Kamis, 25 Juni 2015

HUMAS



Perilaku konsumen pendidikan
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Humas dan Pemasaran Pendidikan
DosenPengampu: Fatkhuroji, M.Pd
                                                                                   
DisusunOleh :
Ameenoh Yae-na                     (123311049)
Qisthi Nurhidayah                  (133311005)
Mu’minah                                (133311006)
Nila kafidotur Rofiah             (133311007)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


     I.     PENDAHULUAN
Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan sasaran. Mengenal pelanggan tidak mudah,  para pelanggan mungkin saja menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka sedemikian rupa, tetapi bertindak sebaliknya. Mereka mungkin tidak memahami motivasi mereka yang lebih dalam. Mereka mungkin bereaksi terhadap pengaruh-pengaruh yang mengubah pikiran mereka pada menit-menit terahir.
Meskipun demikian para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, dan prilaku pembelian pelanggan sasaran mereka. Studi-studi seperti ini akan memberikan petuntuk untuk mengembangkan produk-produk baru, karakteristik atau cirri-ciri produk, harga, saluran distribusi, pesan, dan unsure-unsur bauran pemasaran lainya.
      II.     RUMUSAN MASALAH
   III.     PEMBAHASAN
A.  Faktor –faktor yang Mempengaruhi Prilaaku Pembeli
Faktor –faktor utama yang Mempengaruhi Prilaaku Pembeli, yaitu:[1]
1.    Faktor Budaya
Faktor-faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luasa dan mendalam terhadap prilaku konsumen.
Kultur (Kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan prilaku seseorang. Anak memperoleh serangkaian nilai, presepsi preferensi dan prilaku melalui keluarganya dan institusi-institusi lainya. Seorang anak yang dibesarkan di Asia dapat nilai-nilai berikut: hubungan keluarga dan pribadi, kepatuhan, kepercayaan, respek pada oada orang-orang yang lebih tua, dan kesalehan.
Subkultur, setiap kultur dari sub-subkultur yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik bagi para anggotanya. Subkultur mencankup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak subkultur membentuk segmen pasar yang penting dan para pemasar kerap kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Kelas social, sebenarnya semua masyarakat manusia menunjukan stratifikasi kadang-kadang berupa sistem kasta seperti dimasyarakat india tradisional, dimana anggota dari kasta yang berbeda dibesarkan untuk peranan-peranan tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan mereka.
2.    Faktor social
Perilaku konsumen juga di pengaruhi oleh faktor-faktor social seperti kelompok acuan (kelompok refrensi), keluarga, serta peran, dan status social.
Kelompok acuan, kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang mempumyai pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung terhadap sikap atau prilaku seseorang.para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok acuan dari pelanggan sasaran mereka. Orang-orang secara signifikasi dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka paling sedikit melalui tiga cara. Kelompok acuan menghubungkan seorang individu dengan prilaku dan gaya hidup baru. Mereka juga mempengaruhi sikap dan konsep diri seseorang karena biasanya dia berhasrat untuk menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut. Dan kelompok acuan menciptakan tekanan untuk keseragaman yang mungkin memengaruhi pilihan produk dan merek actual seseorang.
Keluarga, anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Pengaruh yang lebih langsung terhadap prilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi seeorang, yakni pasangan hidup suami/istri dan anak-anaknya keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah di teliti secara ekstensif. Para pemasar tertarik dengan peran dan pengaruh relative dari suami, istri dan anak-anak dalam pembelian dalam pembelian berbagai macam produk dan jasa. Peran dan pengaruh ini akan sangat bervariasi di negara-negara dan kelas-kelas. social. Pemasar harus selalu meneliti pola-pola spesifik dalam pasar sasaran tertentu.
Peran dan status, seseorang berpartisipasi dalam banyak dalam hidupnya, keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang tersebut dalam kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status.  Setiap peran membawa setatus. Seseorang ahli bedah mempunyai setatus yang lebih tinggi dari pada seorang menejer penjualan, dan seorang penjualan memiliki setatus lebih tinggi daripada seorang pegawai. Orang akan memilih produk yang mengomunikasikan peran dan setatus mereka dalam masyarakat. Jadi seorang direktur perusahaan mengendarai sedan Mercedes, memakai jam arloji rolex.

3.    Faktor pribadi
Kepuasan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
Usia dan tahap hidup, orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dipengaruhi oleh tahap-tahap dalam siklus hidup keluarga. Para pemasar sering memilih kelompok siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka.
Pekerjaan, pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsinya. Seorang direktur perusahaan akan membelipakaian mahal, dan sedan besar. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjeen yang mempunyai minat  lebih dari rata-rata pada produk dan jasa mereka.
Gaya hidup, orang-orang berasal dari subkultur, kelas social, dan perkerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda-beda. Banyak pemasar menggunakan konsep yang berhubungan dengan kepribadian kosep diri (atau citra diri) seseorang.
4.    Faktor psikologis
Pilihan pembeli seseorang dipengaruhi pula oleh tempat faktor psikologi utama motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan sikap.
Motivasi, seseorang memiliki banyak kebutuhan pada setiap waktu tertmoentu. Sebagai kebutuhan  biogenetic, kebutuhan yang demikian berasal dari keadaan psikologis berkaitan dengan tensi seperti rasa lapar, haus, tidak senang. Suatu kebutuhan menjadi motif bila telah mencapai tingkat intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup untuk mendorong seseorang agar bertindak. Pemuasan kebutuhan tersebut akan mengurangi rasa keteganganya.
Persepsi, seseorang yang termotivasi akan siap bertindak. Bagaimana orang termotivasi tersebut akan benar-benar bertindak dipengaruhi persepsinya mengenai situasi tertentu.
Keyakinan dan sikap,  melalui bertindak dan belajar, orang-orang memperoleh keyakinan dan sikap. Kedua faktor ini kemudian memengaruhi prilaku pembelian mereka. Sikap mendorong orang untuk berprilaku secara konsisten terhadap objek yang sejenis. Orang tidak harus menginterpretasi dan bereaksi terhadap setiap objek dengan cara yang sama sekali baru. Sikap menghemat energy dan fikiran.
Pilihan pembelian seseorang merupakan hasil dari suatu proses kompleks yang saling memengaruhi dari faktor-faktor budaya, social, pribadi, dan psikologi. Banyak diantara faktor ini tidak dapat dipengaruhi oleh pemasar. Namun demikian, faktor-faktor ini berguna dalam mengidentifikasi para pembeli yang mungkin memiliki minat paling besar terhadap suatu produk. Faktor-faktor lain mungkin dapat dipengaruhi pemasar dan member petunjuk pada pemasar mengenai cara mengembangkan produk, harga, distribusi, dan promosi untuk menarik respon yang kuat dari konsumen.
B.     Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Ada beberapa tahap dalam pengambilan keputusan membeli yaitu:
1.    Need Recogmition
2.    Information Search
3.    Evaluation of Alternatives
4.    Purchase Decision
5.    Postpurchase Behavior
Dalam pengenalan kebutuhan, atau pengenalan masalah maka seseorang merasakan adanya stimulus untuk membeli sesuatu. Stimulus ini bisa datang dari dalam (internal), misalnya seseorang merasa lapar atau karena dorongan dari luar (eksternal) misalnya ingin mentraktir teman, atau karena faktor iklan makanan tertentu.
Pencarian informasi mengenai mau membeli apa, model bagiamana dimana, dan sebagainya, maka seseorang mencari informasi yang dapat diperoleh dari sumber pribadi seperti family, teman, tetangga. Dari sumber public seperti media masa, Koran, televise, radio. Dan dari pengalaman masa lalu, pernah menggunakan suatu produk, atau melihat produk tersebut.
Evaluasi alternative, dalam hal ini konsumen sangat berbeda evaluasinya karena tergantung pada pilihan atribut produk, sesuai atau tidak dengan mereka. Juga konsumen berbeda tingkat pemenuhan mereka, ada yang sangat sangat mendesak, ada yang tidak begitu mendesak masih ditunda lain kali. Kemudian faktor merek juga sangat menentukan alternative, karena ada konsumen yang sudah fanatic terhadap suatu merek sulit beralih dengan merek yang lain ahirnya pertimbangan konsumen ialah keputusan total terhadap alternative yang ia ambil, misalnya terhadap produk TV dinilai gambar, warna, harga. Hotel dinilai lokasi, kebersihan, kenyamanan, harga dsb.
Keputusan pembeli, ini adalah tahap yang harus diambil setelah melalui tahapan diatas. Bila konsumen mengambil keputusan maka ia akan mempunyai serangkaian keputusan menyangkut jenis produk, merek, kualitas, model, waktu, harga, cara pembayaran. Kadang-kadang dalam pengambilan keputusan ini ada saja pihak lain yang member pengaruh terahir, yang harus dipertimbangkan kembali sehingga dapat merubah seketika keputusan semula.
Postpurchase Behavior, ini sangat ditentukan oleh pengalaman konsumen dalam mengomsumsi produk yang ia beli apakah ia akan puas atau kecewa, jadi tergantung pada jarak ekspektasi dengan kenyataanya tidak puas maka ia akan kecewa, jika sesuai dengan apa yang diharapkan dengan yang dialami berarti puas, dan jika kenyataanya lebih bagus dari yang diharapkan aka ia akan merasa gembira. Biasanya ekspetasi konsumen makin besar karena mendengar cerita atau karena mendengar komentar teman-temanya tentang produk itu sangat bagus dan apabila tidak benar ia akan kecewa, oleh karena itu penjual tidak perlu terlalu berlebihan menyatakan keunggulan produknya agar jarak antara harapan dan kenyataan yang dialami konsumen tidak terlalu jauh, sehingga konsumen merasa puas dan pada ahirnya akan terjalin hubungan yang baik.[2]  
Akhirnya secara umum proses pengambilan keputusan membeli ini dapat dikategorikan kedalam tiga bentuk yaitu:
a.    Proses pengambilan keputusan yang luas disini akan muncul banyak pertimbangan karena banyak alternative seperti amasalah merek, mutu, harga, model, kegunaan, kategori ini biasanya muncul dalam menentukan pembelian barang yang mahal dan jarang dibeli seperti membeli mobil, barang-barang elektronik keperluan rumah tangga.
b.    Pengambilan keputusan terbatas dalam hal ini konsumen telah mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi hanya beberpa alternative produk, merek, harga.
c.    Proses pengambilan keputusan yang bersifat rutin kebiasaan, proses ini sangat sederhana, konsumen telah mengenal masalahnya, dan jelas pula merek yang akan ia beli, dimana membeli, keputusan cepat bisa diambil. 

   IV.     PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun.Semoga dapat memberi manfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi teman-teman semuanya.  Kami mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya bisa membangun bagi kami, baik dalam segi penulisan maupun isi. Kami adalah manusia biasa yang diceritakan  tidak lepas dari kekuranagan, maka dari itu kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.


[1] Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 113-124
[2] Buchari Alman, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 104-106
 





DAFTAR PUSTAKA
Alman, Buchari, 2007,  Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung: Alfabeta.
 Assauri , Sofjan, 2013,  Strategic Marketing, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Tantri, Francis, Abdullah,  Thamrin 2012, Manajemen Pemasaran,  Jakarta: Rajawali Pers.
                                                                                     

pengembangan kurikulum



ORGANISASI KURIKULUM
TUGAS
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum

LogoIAIN.jpeg



KELOMPOK 5 :
Qisthi Nur Hidayah                (133311005)
Mu’minah                                (133311006)
Nila Khafidotur Rofiah          (133311007)
Rizqi Amalia                           (133311011)
Alfna Zulfa                             (133311012)




A.    Pengertian Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum merupakan struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum pendidikan atau pembelajaran yang hendak disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau pembelajaran yang ditetapkan.[1]
B.      Dimensi-dimensi Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum mempunyai dua dimensi pokok, yaitu dimensi isi dan dimensi pengalaman belajar. Misalnya, organisasi kurikulum yang bersifat logis tentu berbeda dengan organisasi kurikulum yang bersifat psikologis,. Organisasi kurikulum yang bersifat logis pada umumnya lebih mengutamakan dimensi isi dan melihat fakta apa adanya, sedangkan organisasi kurikulum yang bersifat psikologis lebih mengutamakan dimensi pengalaman belajar dan cenderung kurang memperhatikan fakta dan isi setiap jenis struktur tertentu atau yang bersifat logis.
Dimensi isi lebih banyak diterima oleh para pengembang kurikulum dibandingkan dengan dimensi pengalaman belajar. Padahal dalam organisasi kurikulum bukan hanya mengandung dimensi isi melainkan juga dimensi pengalaman belajar.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi kurikulum yaitu :
1.      Konsep, merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris.
2.      Generalisasi, yaitu kesimpulan-kesimpulan yang merupakan kristalisasi dari suatu analisis.
3.      Keterampilan, yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun program yang berkesinambungan.
4.      Nilai-nilai, yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatu yang bersifat absolut, untuk mengendalikan perilaku.
C.    Model Organisasi Kurikulum
Zais dalam bukunya Curriculum: Principles and Foundation mengemukakan ada tiga kategori desain kurikulum, yaitu “subject-centered designs, learner-centered designs, and problem-centered designs”. Dijelskan lebih lanjut bahwa subject-centered design terdiri atas : the subject design, the disciplines design, and the broad fields design, sedangkan lerner-centered design meliputi the activity/experience design, the oprn classroom design, and the humanistic design. Adapun problem-centered design mencakup: the areas of living design, the personal/social concern of youth design, and the core design”.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa model organisasi, yaitu :
1.      Subject-centered Curriculum
Organisasi kurikulum ini terdiri atas berbagai mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain sehingga mudah diatur dalam pelaksanaannya, karena itu sering disebut isolated-subject curriculum atau subject-matter curriculum. Misalnya, mata pelajaran berhitung, aljabar, ilmu ukur, sejarah, ekonomi, geografi, dan ilmu bumi.[2]
2.      Correlated Curriculum
Yaitu mengorelasikan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Misalnya, ketika mengajarkan mata pelajaran Ilmu Bumi tentang tanah, mka dikorelasikan dengan mata pelajaran Sejarah atau Berhitung.
3.      Broad Fild Curriculum   
Adalah bentuk kurikulum yang menghilangkan atau menghapus batas masing-masing mata pelajaran, kemudian menyatukan atau menggabungkan mata pelajaran yang berhubungan erat itu.
4.      Integrated Curriculum
Yaitu kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya.
integrated curriculum dapat dibedakan dalam beberapa bentuk antara lain :
a.       The Child Center Curriculum (Kurikulum Berpusat Pada Anak)
b.      The Social Function Curriculum (Kurikulum Fungsi Sosial)
c.       Activity / Experience Curriculum (Aktivitas/Pengalaman Kurikulum)
5.      Core Curriculum
Artinya kurikulum inti atau pendidikan umum yaitu semua program pendidikan yang penting, esensial, dan fundamental.[3]
D.    Faktor-faktor Dalam Organisasi Curriculum
1.      Ruang Lingkup (Scope)
Ruang lingkup kurikulum menunjukkan keseluruhan, keluasan atau kedalaman, dan batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
2.      Urutan (Squence)
Urutan bahan pelajaran menunjukkan keteraturan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik, kapan bahan tersebut sebaiknya disampaikan, mana bahan yang harus disampaikan terlebih dahulu, dan mana bahan yang akan dipelajari kemudian.
3.      Kesinambungan (Continuity)
Kesinambungan menunjukkan adanya peningkatan, pendalaman, dan perluasan bahan pelajaran sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari bahan yang lebih kompleks. Dalam kurikulum spiral faktor kesinambungan ini sangat diperhatikan. Untuk memantapkan kesinambungan kurikulum perlu dibentuk tim khusus yang melibatkan para pengembang kurikulum dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
4.      Terpadu (Integrated)
Faktor ini berangkat dari asumsi bahwa bidang-bidang kehidupan memerlukan pemecahan secara multidisiplin. Artinya, jika guru menggunakan subject-centered curriculum, maka besar kemungkinan pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi terlepas-lepas dan tidak fungsional. Untuk itu perlu adanya fokus bahan pelajaran yang terpadu, baik berupa konsep, prinsip, masalah-masalah yang perlu dipecahkan sehingga memungkinkan penggunaan multidisiplin secara fungsional.
5.      Keseimbangan (Balance)
Yang dimaksudkan di sini adalah kesinambungan isi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik dan keseimbangan proses pembelajaran.

6.      Waktu (Times)
Alokasi waktu harus diseimbangkan dalam organisasi kurikulum. Distribusi waktu dapat ditentukan berdasarkan kriteria, antara lain tradisi pengalaman, pertimbangan para pengembang kurikulum, nilai atau mannfaat, tingkat kesulitan setiap mata pelajaran, dan sekedar kompetensi mata pelajaran.
E.     Prosedur Mengorganisiskan Kurikulum
Terdapat beberapa cara untuk mengorganisasi kurikulum, yaitu sebagai brikut :
1.      Reorganisasi Melaui Buku Pelajaran
2.      Reorganisasi Dengan Cara Tambal Sulam
3.      Reorganisasi Melalui Analis Kegiatan
4.      Reorganisasi Melalui Fungsi Sosial
5.      Reorganisasi Melalui Survey Pendapat
6.      Reorganisasi Melalui Analisis Masalah Remaja[4]



[1]Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta : TERAS, 2009). Hlm. 62.  
[2] Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011), hlm. 97-99.

[3] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta : TERAS, 2009). Hlm. 69-74.
[4] Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011),hlm. 104-110.