METODE
PENDIDIKAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Hadits
Dosen
Pengampu : Titik Rahmawati, M.Ag
Disusun
Oleh :
Fina Kholilatul Janah (133311001)
Qisthi Nur Hidayah (133311005)
Ilyas Nurfaozan (133311013)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Upaya umat Islam dalam menjelaskan sikap islam
atau Rasul SAW, mengenai suatu masalah
harus berpegang pada hadis shahih dan hasan bukan pada hadis dhaif, apa
lagi pada hadis maudlu.[1]
Memang boleh jadi manusia saat hidup mengalami
keraguan tentang wujud-Nya, bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarkan
untuk menolak kehadiran Tuhan dan meninggalkan kepercayaanya, tetapi ketika itu
keraguannya akan beralih menjadi
kegelisahan, khususnya pada saat ia merenung tentang fitrahnya sebagai menusia.
Hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi
orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di sampingitu, ayatdanhadisNabi saw mengandungimplikasibahwafitrahmerupakansuatupembawaanmanusiasejaklahir,
danmengandungnilai-nilai religious dankeberlakuannyamutlak. Di
dalamfitrahmengandungpengertianbaik-buruk, benar-salah,
indah-jelekdanseterusnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian
Fitrah Manusia ?
B.
Bagaimana Hadis
Tentang Setiap Manusia lahir dalam Keadaan Fitrah ?
C.
Bagaimana
Fitrah Manusia Menurut Teori Nativisme,Empirisme, dan Konvergensi?
D.
Bagaimana
Konsep Fitrah Manusia Menurut Pandangan Islam?
E.
Bagaimana
Fitrah manusia dalam perspektif pendidikan?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fitrah Manusia
Dalam
pengertian yang sederhana istilah fitrah sering dimaknai suci dan potensi.
Secara etimologis, asal kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fitrah (فطرة)
jamaknya fithar (فطر), yang suka diartikan perangai, tabiat, kejadian, asli, agama,
ciptaan.[2]
Menurut
Muhammad Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang
berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-makna lain, antara lain pencipta
atau kejadian.[3]
Fitrah
manusia berbeda dengan watak atau tabi'at. Juga berbeda dengan naluri/garizah.
Watak atau tabi'at adalah sifat dasar, seperti kalimat watak oksigen adalah
mudah terbakar. Jadi watak adalah karakteristik yang terdiri dari pada bentuk,
dan materi (mâddah). Inilah yang merupakan watak atau tabi'at suatu benda. Sedangkan
naluri atau garizah adalah sifat dasar. Sifat dasar ini bukan muktasabah (bukan
diperoleh). Misalnya, anak kuda begitu lahir langsung bisa berdiri. Semut,
meskipun binatang kecil namun mampu mengumpulkan makanan. Inilah yang disebut
naluri atau garizah. Dalam naluri tidak terdapat kesadaran yang penuh. Untuk
binatang, fitrah ini disebut naluri. Fitrah sama dengan watak (tabi'at) dan
naluri ini juga bukan diperoleh melalui usaha (muktasabah). Bukan pula karena
khuduri (perolehan). Istilah fitrah lazimnya untuk manusia, naluri lazimnya
untuk hewan, dan watak lazimnya untuk benda.[4]
B.
Hadis Tentang
Fitrah Manusia
Riwayat al-Bukhari
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو
سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ
فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَاف لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya
: Abdan Menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah memberitahukan kepada
kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu salamah bin Abd
al-Rahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah, ra. Berkata : Rasulullah
SAW bersabda “setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya
(memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan
beragama Majusi. sebagimana binatan ternak memperanakkan seekor binatang (yang
sempurnah Anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang
cacak (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)kemudian beliau
membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.
Mufrodat :
أَخْبَر
: memberi kabar
مَوْلُود
: lahir
يُولَد
: anak
فِطْرَة
: suci
النَّاسَ
: manusia
تَبْدِيلَ
: perubahan
Pengertian fitrah yang lainnya
menurut Sunnah adalah berarti tabiat alami yang dimiliki manusia. Hal ini
sebagaimana Hadits Rasulullah SAW:
لَيْسَ مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتّىٰ يُعَبِّرَعَنْهُ لِسَانُهُ.
Artinya:
Tidaklah
seorang anak dilahirkan kecuali tetap pada fitrahnya, sehingga lidahnya
memalingkan padanya. (HR. Muslim dari Mu'awiyah).
Dari hadits tersebut di atas dapat
diketahui bahwa pengertian fitrah tersebut ialah suci atau potensi, bahwa
manusia lahir dengan membawa perwatakan (tabiat) atau potensi yang
berbeda-beda. Watak itu dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubarinya yang
dapat menghantarkan pada ma'rifat kepada Allah. Sebelum mencapai usia baligh,
seorang anak belum bisa membedakan antara iman dan kafir. Akan tetapi, dengan
potensi fitrahnya, ia dapat membedakan antara iman dan kafir karena ujud fitrah
adalah qalb (hati) dapat menghantarkan pada pengenalan kebenaran tanpa
terhalang oleh apa pun, sedangkan syetan hanya dapat membisikkan kesesatan
sewaktu anak telah mencapai usia akil balig.
C.
Fitrah Manusia
Menurut Teori Nativisme,Empirisme,
dan Konvergensi
1.
Teori Nativisme
Schoupenhauer dan Arnold Gessel (tokoh Teori Nativisme) berasumsi
bahwa setiap individu (anak) dilahirkan ke dunia dengan membawa faktor-faktor
turunan (hereditas) yang berasal dari orang tuanya, dan faktor turunan tersebut
menjadi faktor penentu perkembangan individu.[5]
Pembawaan-pembawaan itu tidak akan dapat diubah oleh kekuatan luar
(lingkungan). Dengan demikian dapat dipahami bahwa aliran ini berpandangan
bahwa keberhasilan pendidikan ditentukan oleh hal-hal yang bersifat internal
pada anak didik sendiri. Dengan kata lain, hasil akhir pendidikan ditentukan
oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Pendidikan yang tidak sesuai
dengan pembawaan atau bakat anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan
anak tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebenarnya tidak diperlukan, dan
inilah yang disebut sebagai pesimisme pedagogis.[6]
2.
Teori Empirisme
Teori ini bertentangan dengan teori pertama,John Locke
menyatakan bahwa perkembangan pribadi manusia ditentukan oleh faktor-faktor
alam lingkungan, termasuk pendidikan. Ibaratnya adalah tiap individu manusia
lahir bagaikan kertas putih yang siap diberi warna atau tulisan oleh faktor
lingkungan.[7]
Dengan demikian anak dapat dibentuk sekehendak
pendidiknya. Dengan kata lain, hanya pendidikan (atau lingkungan) yang berperan
atas pembentukan anak.
3.
Teori Konvergensi
Teori ini berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor keturunan (hereditas) maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman.
Pertama: Islam menegaskan bahwa
manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu
merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan
potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum
dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor
keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi.
Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan
mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan
sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak
berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola
dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial.[8]
D.
Konsep Fitrah
Manusia Menurut Pandangan Nasrani dan Islam
1.
Menurut pandangan Nasrani
Kaum Nashrani menyatakan bahwa
manusia lahir dengan seperangkat dosa waris, yakni dosa asal sebagai akibat
dari perbuatan durhaka Adam.
Dosa waris dapat dikatakan sebagai
status yang didapat karena dilahirkan menurut kedagingan (adanya hubungan suami
istri) dimana setiap orang yang dilahirkan secara kedagingan adalah keturunan
dari Adam dan Hawa yang telah jatuh kedalam dosa awal. Hal inilah yang membuat Adam
menjadi perwakilan dari setiap orang yang lahir menurut daging, maka setiap
manusia dinyatakan berdosa dihadapan Tuhan secara status. Yang diperlukan
adalah lahir baru, yaitu lahir dari air dan Roh karena apa yang dilahirkan dari
daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan oleh Roh, adalah Roh. Jadi pada
dasarnya manusia yang dilahirkan secara kedagingan akan memiliki kecenderungan
melakukan sesuatu yang tidak baik karena secara status manusia sudah dikuasai
oleh kuasa dosa karena kehidupan yang tidak berdasarkan kepada perintah Tuhan
sehingga pada akhirnya akan melakukan perbuatan dosa yang dimulai dari
kecenderungan berbuat dosa ini meskipun ingin melakukan perbuatan yang dianggap
baik.
Adam dan Hawa melakukan kesalahan
awal, yaitu memberontak terhadap perintah Tuhan agar tidak memakan
buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, karena jika memakan, mereka akan
mati saat itu juga dan efek dari memakan buah tersebut langsung terjadi saat
itu juga, mereka mati (secara rohani), mereka tidak lagi dapat berhubungan
secara langsung dengan Tuhan bahkan mereka melakukan bahkan mereka saling
melempar kesalahan dan tanggung jawab inilah awal dari efek dosa yang dilakukan
oleh Adam dan Hawa dan juga sebagai awal dari penderitaan fisik manusia hidup
di dunia yaitu, bersusah payah waktu mengandung dan kesakitan waktu melahirkan,
bersusah payah mencari rezeki dan berpeluh mencari makanan serta akan mengalami
kematian fisik.
Penderitaan-penderitaan fisik ini
tidak akan dirasakan oleh manusia jika Adam dan Hawa tidak memberontak terhadap
perintah Tuhan dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, kesemuanya
merupakan akibat dari perbuatan Adam dan Hawa sendiri, kesemuanya menerangkan
bahwa penderitaan-penderitaan tersebut tidak diciptakan oleh Tuhan melainkan akibat
ulah dan pilihan dari manusia sendiri karena semua yang diciptakan Tuhan
itu sungguh baik . Tuhan itu adil, sehingga ia memberikan hukuman
kepada Adam dan Hawa dengan mengusir mereka dari taman eden, tapi tuhan itu
juga adalah kasih, karena itu Tuhan membuatkan pakaiaan dari kulit binatang dan
mengenakan pakaian tersebut kepada manusia.
2.
Menurut pandangan Islam
Fitrah dalam hubungannya dengan
lingkungan ketika mempengaruhi perkembangan manusia tidaklah netral,
sebagaimana pandangan empirisme yang menganggap bayi yang baru lahir sebagai
suci bersih dari pembawaan (potensi) baik dan buruk.
Bagi Islam, manusia lahir dengan
membawa suatu fitrah dengan kecenderungan yang bersifat permanen. Fitrah akan
berinteraksi secara aktif dan dinamis dengan lingkungan dalam proses
perkembangan manusia. Menurut Hasan Langgulung, fitrah itu dapat dilihat dari
dua penjuru. Pertama, dari segi pembawaan manusia, yakni potensi mengembangkan
sifat-sifat Tuhan pada dirinya. Kedua, fitrah dapat juga dilihat dari segi wahyu
Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya (agama tauhid; Islam). Jadi, potensi
manusia dan agama wahyu adalah satu “benda” (fitrah) yang dapat diibaratkan
mata uang dua sisi. Ini bermakna bahwa agama yang diturunkan Allah melalui
wahyu kepada para nabi-Nya adalah sesuai dengan fitrah atau potensi
(sifat-sifat) asasi manusia. Dari apa yang dikemukakan Hasan Langgulung
tersebut dapat dipahami bahwa fitrah itu berorientasi kepada kebaikan. Dengan
kata lain, manusia pada dasarnya adalah baik atau memiliki kecenderungan asasi
untuk berkembang ke arah yang baik. Baik menurut Islam adalah bersumber dari
Allah Swt., bersifat mutlak. Tidak sebagaimana pandangan aliran-aliran sekuler
Barat yang berpandangan bahwa baik adalah suatu yang bersifat relatif dan bersumber
pada manusia (anthroposentrisme). Dalam kaitannya dengan pendidikan, meskipun
konsep tentang fitrah mirip dengan naturalisme yang menganggap manusia pada
dasarnya baik, tetapi Islam tidak berpandangan negativis dalam pendidikan.
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, seorang pendidik muslim selain berikhtiar
untuk menjauhkan timbulnya pelajaran melakukan kebiasaan yang tidak baik, juga
mesti berikhtiar menanamkan tingkah laku yang baik, karena fitrah itu tidak
berkembang dengan sendirinya.[9]
3.
Menurut pandangan Nasrani
Kaum Nashrani menyatakan bahwa
manusia lahir dengan seperangkat dosa waris, yakni dosa asal sebagai akibat
dari perbuatan durhaka Adam.
Dosa waris dapat dikatakan sebagai
status yang didapat karena dilahirkan menurut kedagingan (adanya hubungan suami
istri) dimana setiap orang yang dilahirkan secara kedagingan adalah keturunan
dari Adam dan Hawa yang telah jatuh kedalam dosa awal. Hal inilah yang membuat
Adam menjadi perwakilan dari setiap orang yang lahir menurut daging, maka
setiap manusia dinyatakan berdosa dihadapan Tuhan secara status. Yang
diperlukan adalah lahir baru, yaitu lahir dari air dan Roh karena apa yang
dilahirkan dari daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan oleh Roh, adalah
Roh. Jadi pada dasarnya manusia yang dilahirkan secara kedagingan akan memiliki
kecenderungan melakukan sesuatu yang tidak baik karena secara status manusia
sudah dikuasai oleh kuasa dosa karena kehidupan yang tidak berdasarkan kepada
perintah Tuhan sehingga pada akhirnya akan melakukan perbuatan dosa yang
dimulai dari kecenderungan berbuat dosa ini meskipun ingin melakukan perbuatan
yang dianggap baik.
Adam dan Hawa melakukan kesalahan
awal, yaitu memberontak terhadap perintah Tuhan agar tidak memakan buah
pengetahuan yang baik dan yang jahat, karena jika memakan, mereka akan mati
saat itu juga dan efek dari memakan buah tersebut langsung terjadi saat itu
juga, mereka mati (secara rohani), mereka tidak lagi dapat berhubungan
secara langsung dengan Tuhan bahkan mereka melakukan bahkan mereka saling melempar
kesalahan dan tanggung jawab inilah awal dari efek dosa yang dilakukan oleh
Adam dan Hawa dan juga sebagai awal dari penderitaan fisik manusia hidup di
dunia yaitu, bersusah payah waktu mengandung dan kesakitan waktu melahirkan,
bersusah payah mencari rezeki dan berpeluh mencari makanan serta akan mengalami
kematian fisik.
Penderitaan-penderitaan fisik ini
tidak akan dirasakan oleh manusia jika Adam dan Hawa tidak memberontak terhadap
perintah Tuhan dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, kesemuanya
merupakan akibat dari perbuatan Adam dan Hawa sendiri, kesemuanya menerangkan
bahwa penderitaan-penderitaan tersebut tidak diciptakan oleh Tuhan melainkan
akibat ulah dan pilihan dari manusia sendiri karena semua yang diciptakan
Tuhan itu sungguh baik. tuhan itu adil, sehingga ia memberikan hukuman kepada
Adam dan Hawa dengan mengusir mereka dari taman eden, tapi tuhan itu juga
adalah kasih, karena itu Tuhan membuatkan pakaiaan dari kulit binatang dan
mengenakan pakaian tersebut kepada manusia.
E.
Fitrah manusia
dalam perspektif pendidikan
Manusia adalah ciptaan Allah yang
sempurna, berbeda dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya, sejak lahir
manusia telah dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai potensi, baik potensi
jasmani, rohani dan lainnya, disamping itu Allah juga membekali manusia dengan
kemampuan berpikir supaya dapat mengembangkan segala potensi yang telah di
anugerahkan oleh Allah dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, persoalan tentang
manusia akan tetap menarik untuk diteliti dan dikaji oleh umat manusia
sepanjang zaman.
Suatu hal yang harus diketahui
untuk mengetahui esensi dan eksistensi kehidupan manusia adalah fitrah. Fitrah
mempunyai peran tersendiri memiliki kesan yang sangat vital untuk dijadikan
dasar mengenal manusia, karena salah satu tatanan nilai yang ada pada diri
manusia, bersifat orisinal, alamiah, dan hadir bersama hadirnya jasmaniah dan
rohaniah diri manusia itu sendiri.
Pengenalan terhadap fitrah manusia
diawali dengan mengetahui konsep kelahiran manusia dari unsur lahiriah maupun
unsur batiniah. Unsur batiniah yang memiliki perangkat kemampuan dasar inilah
yang disebut fitrah,yang dalam bahasa psikologi disebut personalitas atau
disposisi, atau dalam psikologi behaviorisme disebutpropotence reflexes, yaitu
kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang.[10]
Sementara itu dalam tinjauan
normatif, fitrah dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 30, sebagai
berikut:
óOÏ%r'sùy7ygô_urÈûïÏe$#Ï9$ZÿÏZym4|NtôÜÏù«!$#ÓÉL©9$#tsÜsù}¨$¨Z9$#$pkön=tæ4w@Ïö7s?È,ù=yÜÏ9«!$#4Ï9ºsÚúïÏe$!$#ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9urusYò2r&Ĩ$¨Z9$#wtbqßJn=ôètÇÌÉÈ
Artinya:Maka hadapkanlah wajahmu dengan
Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan
Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid.
kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka
tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Allah telah menciptakan semua
makhluknya berdasarkan fitrahnya. Surat Al Ruum ayat 30, telah menginspirasikan
untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau potensi itu dengan baik
dan lurus. Fitrah Allah untuk manusia, berupa potensi dan kreativitas yang
dapat dibangun dan membangun, yang memiliki kemungkinan berkembang dan
meningkat sehingga kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya Maka
diperlukan suatu usaha-usaha yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara
dan mengembangkan fitrah serta pendidikan yang dapat membersihkan jiwa manusia
dari syirik, kesesatan dan kegelapan menuju ke arah hidup bahagia yang penuh
optimis dan dinamis.
Berdasarkan penjelasan di atas
dapat dipahami bahwasanya antara manusia, fitrah dan pendidikan memiliki
hubungan yang sangat signifikan. Sebab manusia yang baru dilahirkan adalah
dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak dapat mengurus dirinya sendiri tanpa
ada bantuan dan bimbingan orang lain yang kita kenal dengan istilah pendidikan.
Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan Murtadho Mutohhari, bahwa secara khusus fitrah mempunyai hubungan
kekerabatan dengan pendidikan. Sebab fitrah terdapat dalam diri manusia, yang
oleh Ahmadi dikatakan fitrah itu masih merupakan pola dasar atau sifat-sifat
asli, maka fitrah itu baru memiliki arti bagi kehidupan manusia setelah
dikembangkan secara wajar dan optimal.
Manusia secara hakikatnya yang
ditinjau dari kualitas dan kuantitas dalam pandangan pendidikan islammerupakan
satu kesatuan yang utuh, antara aspek fisik/jasmani, dan psikis/rohani yang
dibekali oleh Allah dengan berbagai potensi yang harus dibina dan dikembangkan
dalam kehidupannya. Unsur tersebut telah menjadikan manusia sebagai makhluk
yang sempurna dan memiliki tingkat kecerdasan tinggi
Sementara dari segi fungsi dan
kedudukan manusia adalah makhluk fungsional yang mempunyai tanggung jawab dalam
hidupnya. Manusia sebagai makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri
pribadinya. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap
masyarakat. Manusia sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi
terhadap alam. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi
terhadap yang menciptakan dan yang mengasuhnya, yang mana semua fungsi dan
tugas yang dijalankan manusia akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Dengan kelengkapan dua aspek
jasmani dan rohani serta potensi yang
diberikan Allah sebagai fitrah manusia, manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya.
Dan di sini manusia memerlukan bimbingan,binaan dan pendidikan yang seimbang,
harmonis dan integral, agar kedua aspek tersebut dapat berfungsi dengan baik
dan produktif.
Fitrah pada hakikatnya merupakan
keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia berupa kemampuan dasar dan
potensi yang dapat dikembangkan olehmanusia yang di dalamnya terkandung
berbagai komponen biologis dan psikologis yang satu sama lain saling berkaitan
dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.
Potensi tersebut bersifat kompleks
yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati), ‘aql (akal), dan nafs (jiwa).
Potensi-potensi tersebut bersifat rohaniah atau mental - psikis. Selain itu
manusia juga dibekali potensi fisik - sensual berupa seperangkat alat indera
yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai
peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian fitrah merupakan
konsep dasar manusia yang ikut berperan dalam membentuk perkembangan manusia di
samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial
tersebut harus dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk melakukan upaya
tersebut, Islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami
sehingga pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah
faktor pendidikan sangat besar peranannya bahkan menentukan bentuk corak
kepribadian seseorang. Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu.
Islam telah menempatkan pendidikan
sebagai sebuah proses pembentukan dan pengembangan potensi manusia seutuhnya.
Untuk dapat mengembangkan potensi manusia secara maksimal pendidikan Islam
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan manusia serta penanaman
nilai-nilai fundamental sebagai dasar pembentukan kepribadian manusia.
pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki
peserta didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada
pada aspek jasmani maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis
religius dalam diri peserta didiknya.
Dengan ini, pendidikan Islam akan
mampu membantu peserta didiknya untuk mewujudkan sosok insan paripurna yang
mampu melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimiliknya. Mampu
teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sesuai dengan nilai-nilai
Ilahiyah, pada dasarnya pendidikan berfungsi sebagai media yang menstimulasi
bagi perkembangan dan pertumbuhan potensi manusia seoptimal mungkin ke arah
penyempurnaan dirinya, baik sebagai ‘abdillah maupun khalifah.[11]
IV.
KESIMPULAN
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang kami buat. Dalam penyusunan makalah ini, kami masih banyak
menglami kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau refrensi. Kami berharap bagi pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun, demi sempurnanya makalah ini di penulisan makalah
berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, amin.
[1] Yusuf Qardawi,
Keutamaan Ilmu dalam Islam, Jakarta: Pustaka PanjiMas, 1993, hlm., 3
[2]Hasan
Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985),
hlm. 215
[3]M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur‘an (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 283.
[5]http://bumipanritakitta.blogspot.com/2013/01/hadis-nabi-tentang-fitrah-dan.html
[6]
http://drbudimanma.blogspot.com/2014/01/judul-perspektif-filsafat-pendidikan.html
[7] M. Quraish
Shihab, Wawasan Ai-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,(Bandung:
Mizan, 2007), hlm., 19
[8]http://itarizki.blogspot.com/2011/04/fitrah-manusia-dan-implikasinya.html
[9]http://drbudimanma.blogspot.com/2014/01/judul-perspektif-filsafat-pendidikan.html
[10]Chalidjah
Hasan, Dimensi-DimensiPsikologi Islam, (Surabaya : al Ikhlas, 1994) hal
35.
[11]Maimunah
Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami )Yogyakarta : Bintang Cemerlang,
2002( hal. 9
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Nasih Munjin, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, Bandung : Refika Aditama, 2009.
Baqi, Muhammad Fuad
Abdul, Kumpulann Hadist Shahih
Bukhari dan Muslim, Semarang : PUSTAKA NUUN, 2012.
Juwariyah, Hadist
Tarbawi, Yogyakarta : TERAS, 2010.
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis
Paikem, Semarang : RaSAIL Media Group, 2011.
http://m.manjaddawajadda.abatasa.co.id/post/detail/26348/my-education.htm diakses pada 24-9-2014 pukul 02.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar