Rabu, 10 Juni 2015

manajemen pendidikan diniyah dan pesantren

METODE PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Diniyah dan Pesantren
Dosen Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur NC, M. Ag







Disusun Oleh :
Qisthi Nur Hidayah (133311005)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARNG
2014

I.                   PENDAHULUAN
Dewasa ini sangat dibutuhkan metode-metode pembelajaran dalam sebuah pembelajaran baik di sekolah atau madrasah atau pun pesantren. Metode-metode tersebut sangat diperlukan dalam sebuah pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan sebelumnya yang telah ditentukan. Dengan adanya metode pembelajaran guru atau pengajar ataupun kyai dapat menjelaskan materi dengan baik dan benar serta dapat memahamkan para siswa atau santri nya sehingga dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang berintelektual tinggi, berwawasan luas dan juga tidak kalah saing dengan negara lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya metode pembelajaran di sekolah atau madrasah ataupun pesantren sangatlah diperlukan untuk membantu guru dalam menyampaikan materi-materi kepada para siswa atau santrinya.
Namun masih banyak di sekolah atau madrasah ataupun pesantren yang kurang mengoptimalkan penggunan metode-metode pembelajaran dalam proses belajar-mengajar. Sehingga banyak siswa atau santri yang kurang faham dengan materi, ada juga yang merasa bosan dengan materi yang diajarkan. Maka dari itu sangat dibutuhkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif dan efisien serta sesuai dengan materi yang ada sehingga kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar dan dapat menghasilkan prestasi yang memuaskan.
I.                  RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian madrasah diniyah dan pesantren?
B.     Apa pengertian metode pembelajaran madrasah diniyah dan pondok pesantren?
C.     Apa saja macam-macam metode pembelajaran madrasah diniyah?
D.    Apa saja macam-macam metode pembelajaran pondok pesantren?
II.               PEMBAHASAN
A.    Pengertian Madrasah Diniyah dan Pesantren
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu, Madrasah Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.[1]
Sedangkan pengertian pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang melembaga di Indonesia, di mana kyai dan santri hidup bersama dalam suatu asrama yang memiliki bilik-bilik kamar sebagai ciri-ciri esensialnya dengan berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Pondok pesantren mempunyai 5 elemen dasar yaitu pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik Islam, santri dan kyai.
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat di mana para santri menetap, di lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok. Dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.[2]
B.     Pengertian Metode Pembelajaran Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.[3]
Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan metode pembelajaran menurut Sudjana (1989: 30) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah “ tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian “Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sisa-sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan sebagai dampak langsung (Instructional effect) sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang relatif lama disebut dampak pengiring (nurturant effect) biasanya bekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000,194).[4]
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Metode pembelajaran ini sangat penting dilakukan agar proses belajar mengajar tersebut nampak menyenangkan dan tidak membuat para siswa tersebut suntuk, dan juga para siswa tersebut dapat menangkap ilmu dari tenaga pendidik tersebut dengan mudah.[5]
Jadi yang dimaksud dengan metode pembelajaran madrasah diniyah dan pesantren di sini adalah sebuah cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik/guru/kyai agar proses belajar mengajar pada siswa/santri dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam madrasah diniyah dan pesantren.
C.    Macam-macam Metode Pembelajaran Yang Diterapkan Dalam Madrasah Diniyah
Ada banyak sekali metode-metode pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah madrasah diniyah, yaitu sebagai berikut :
a.       Metode Sorogan
Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari siswa.
Namun metode sorogan memang terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang siswa yang bercita-cita menjadi seorang alim. Metode ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahasa Arab. Karena dalam metode ini siswa secara bergantian membaca satu persatu dihadapan ustadz.[6]
Berikut ini adalah kelebihan dari metode sorogan, yaitu :
1.      Terjadi hubungan yang harmonis dan erat antara ustadz dan santri.
2.      Memungkinkan bagi seorang ustadz untuk membimbing secara maksimal.
3.      Ustadz mengetahui secara pasti kualitas yang dicapai santrinya.
4.      Santri yang IQ-nya tinggi akan cepat menyelesaikan materi pelajaran (kitab). Sedangkan santri yang IQ-nya rendah ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya.
Selain kelebihan, metode sorogan juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah :
1.      Tidak efisien, karena hanya menghadapi beberapa orang santri saja, sehingga kalau menghadapi santri banyak  metode ini kurang begitu cepat..
2.      Mebuat santri cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan kedisiplinan pribadi.
3.      Santri kadang menangkap kesan verbalisme semata terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.
Sorogan adalah metode pendidikan yang tidak hanya dilakukan bersama ustadz, melainkan juga antara siswa dengan siswa lainnya. Dengan metode sorogan ini, siswa diajak untuk memahami kandungan kitab secara perlahan-lahan dan secara detail dengan mengikuti pikiran atau konsep-konsep yang termuat dalam kitab kata perkata.
Inilah yang memungkinkan siswa menguasai kandungan kitab baik menyangkut konsep dasarnya maupun konsep-konsep detailnya. Sorogan yang dilakukan secara pararel antara siswa juga sangat penting, karena siswa yang memberikan sorogan memperoleh kesempatan untuk mengulang kembali pemahamannya dengan memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
Dengan demikian, sorogan membantu siswa untuk memperdalam pemahaman yang diperolehnya lewat bandongan. 
b.      Metode Wetonan/Bandongan
Wetonan, istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa) yang berarti waktu, sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktuwaktu tertentu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para siswa mengikuti pelajaran dengan duduk dihadapan ustadz yang menerangkan pelajaran secara kuliah, siswa menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan.
Metode ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahan dari metode ini adalah :
a.       Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampaikan materi sering diulang-ulang.
b.      Guru lebih kreatif daripada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog).
c.       Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.
d.      Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya.
Sedangkan kelebihan dari metode ini adalah :
a.       Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.
b.      Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara intensif.
c.       Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga memudahkan anak untuk memahaminya.
d.      Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit dipelajari.
c.       Metode Musyawarah/Bahtsul Masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il, merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang siswa dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh ustadz, atau mungkin juga siswa senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaanya, para siswa dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya.
Kelebihan dari metode musyawarah ini adalah mengolah argumentasi para santri dalam menyikapi masalah yang dihadapi.
Sedangkan kekurangan dari metode musyawarah ini adalah  materi yang didiskusikan terbatas pada kitab-kitab tertentu yang telah disepakati, bahkan tidak jarang materi tersebut hanya berkisar pada mendiskusikan suatu kitab dari aspek bahasanya, bukan isinya.
Dengan demikian, metode ini lebih menitik beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan, dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu. Musyawarah dilakukan juga untuk membahas materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya.


d.      Metode Ceramah
Metode ceramah, yaitu guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah, karena itu cara tersebut sering juga disebut dengan metode kuliah, sebab ada persamaan guru mengjar dengan seorang dosen/maha guru memberikan kuliah kepada mahasiswa-mahasiswanya.[7]
Dalam metode ceramah ini ada beberapa kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya yaitu
a.       Guru dapat menjelaskan kepada siswa secara detail, sehingga siswa benar-benar mengetahui.
b.      Menambah wawasan siswa.
Sedangkn kekurangan dari metode ceramah adalah
a.       Akan membuat siswa cepat bosan, karena siswa hanya mendengarkan saja (pasif) sedangkan guru menerangkan terus-menerus (aktif).
b.      Membuat siswa mengantuk di kelas.
c.       Tidak efisien waktu.
d.      Materi kurang terserap dengan baik oleh siswa karena ngantuk dan bosan.
e.       Metode Hafalan (muhafazhah)
Metode hafalan ialah kegiatan belajar siswa dengan cara menghafalsuatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan ustadz. Para siswa diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki siswa ini kemudian dihafalkan dihadapan ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk ustadz yang bersangkutan.
Materi pembelajaran dengan metode hafalan umumnya berkenaan dengan Al-Qur'an, nadham-nadham untuk nahwu, shorof, tajwid ataupun teks-teks nahwu shorof dan fiqih.
Berikut ini akan dijelaskan kekurangan dan kelebihan dari metode hafalan. Kelebihannya yaitu :
1.      Metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizine) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas. 
Sedangkan kekurangannya yaitu :
1.      Membuat pikiran tidak dnamis dan jauh dari sifat kritis.
2.      Cenderung mematikan kreatifitas otak, karena watak dari hafalan adalah seseorang harus menyamakan persis yang ada dalam pikirannya dengan ilmu yang disajikan.
3.       Secara tidak sadar akan selalu menghubungkan informasi yang diterimanya dengan apa yang telah dihafalkannya, jika tidak, akan ditolaknya.
f.       Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah
Metode ini, adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu, yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustad.
Kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
a.       Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh langsung memerhatikan bahan pelajran yang dijelaskan.
b.      Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi uga melihat peristiwa yang terjadi.
c.       Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan.
Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah sebagai berikut :
a.       Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak. 
b.      Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceamah.
c.       Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional. Disamping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.

D.    Macam-macam Metode Pembelajaran Yang Diterapkan Dalam Pondok Pesantren
Dalam pondok pesantren juga terdapat metode-metode pembelajaran yang digunakan dalam mendidik para santri. Metode-metode tersebut yaitu :
1.      Metode Wetonan (Halaqoh)
Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi dilaksanakan pada saat-saat tertentu.
Metode ini di dalamnya terdapat seorang kyai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Termasuk dalam kelompok sistem bendongan atau weton ini adalah halaqah, yaitu model pengajian yang umumnya dilakukan dengan cara mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk mempelajari atau mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan seorang guru.
Metode ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahan dari metode ini adalah :
e.       Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampaikan materi sering diulang-ulang.
f.       Guru lebih kreatif daripada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog).
g.      Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.
h.      Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya.

Sedangkan kelebihan dari metode ini adalah :
e.       Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.
f.       Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara intensif.
g.      Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga memudahkan anak untuk memahaminya.
h.      Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit dipelajari.
2.      Metode Sorogan
Metode yang santrinya cukup pandai mensorogkan (mengajukan) sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca di hadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Model ini amat bagus untuk mempercepat sekaligus mengevaluasi penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji. Akan tetapi metode ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan yang tinggi dari para santri. Model ini biasanya hanya diberikan kepada santri pemula yang memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara intensif. Pada umumnya pesantren lebih banyak menggunakan model weton karena lebih cepat dan praktis untuk mengajar banyak santri.
Meskipun setiap pesantren mempunyai ciri-ciri dan penekanan tersendiri, hal itu tidaklah berarti bahwa lembaga-lembaga pesantren tersebut benar-benar berbeda satu sama lain, sebab antara yang satu dengan yang lain masih saling kait mengkait. Sistem yang digunakan pada suatu pesantren juga diterapkan di pesantren lain. Berikut ini adalah kelebihan dari metode sorogan, yaitu :
a.       Terjadi hubungan yang harmonis dan erat antara ustadz dan santri.
b.      Memungkinkan bagi seorang ustadz untuk membimbing secara maksimal.
c.       Ustadz mengetahui secara pasti kualitas yang dicapai santrinya.
d.      Santri yang IQ-nya tinggi akan cepat menyelesaikan materi pelajaran (kitab). Sedangkan santri yang IQ-nya rendah ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya.
Selain kelebihan, metode sorogan juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah :
a.       Tidak efisien, karena hanya menghadapi beberapa orang santri saja, sehingga kalau menghadapi santri banyak  metode ini kurang begitu cepat..
b.      Mebuat santri cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan kedisiplinan pribadi.
c.       Santri kadang menangkap kesan verbalisme semata terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.
Disamping metode-metode di atas masih ada metode pembelajaran lain dalam sebuah pesantren, yaitu sebagai berikut :
1.      Musyawarah (Bahtsul Masa’il)
Musyawaroh (Bahtsul Masa’il) merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang Kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.
Kelebihan dari metode musyawarah ini adalah mengolah argumentasi para santri dalam menyikapi masalah yang dihadapi.
Sedangkan kekurangan dari metode musyawarah ini adalah  materi yang didiskusikan terbatas pada kitab-kitab tertentu yang telah disepakati, bahkan tidak jarang materi tersebut hanya berkisar pada mendiskusikan suatu kitab dari aspek bahasanya, bukan isinya.

2.      Metode Pengajian Pasaran
Metode pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (Kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang di kaji.
Kekurangan dari metode ini adalah sebagai berikut :
a.       Tidak pernah terjadinya dialog antara murid (santri) dengan sang guru (kyai).
b.      Menguras waktu dan tenaga sehingga tidak efisien
c.       Materi yang dikaji pada umumnya hanya berkisar pada aspek bacaan saja (tanpa penjelasan), sehingga sulit bagi santri untuk memahami isi kandungan kitab tersebut.
Sedangkan kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk meningkatkan pengetahuan para santri
b.      Dapat menyelesaikan kitab-kitab dalam waktu yang relatif singkat.
c.       Bagi santri tingkat dasar, metode ini merupakan kesempatan emas sekaligus sebagai lompatan pengetahuan yang meski dimiliki.
d.      Santri bebas memilih kitab-kitab apa yang dipelajari
e.       Melatih kelincahan, kemahiran, serta ketelitian para santri dalam memberikan arti, ruju’, dan marju’ dalam sebuah kitab.
3.      Metode Hafalan (Muhafadzah)
Metode hafalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai.
Kelebihan dari metode hafalan ini adalah metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorize) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas.  
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut :
a.       membuat pikiran tidak dinamis dan jauh dari sifat kritis
b.      cenderung mematikan kreatifitas otak, karena watak dari hafalan adalah seseorang harus menyamakan persis yang ada dalam pikirannya dengan ilmu yang disajikan.
c.        Secara tidak sadar akan selalu menghubungkan informasi yang diterimanya dengan apa yang telah dihafalkannya, jika tidak, akan ditolaknya.
4.      Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah
Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustadz.
Kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
d.      Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh langsung memerhatikan bahan pelajran yang dijelaskan.
e.       Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi uga melihat peristiwa yang terjadi.
f.       Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan.
Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah sebagai berikut :
d.      Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak. 
e.       Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceamah.
f.       Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional. Disamping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
5.      Metode Rihlah Ilmiah
Metode Rihlah Ilmiah (studi tour) ialah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para santri menuju suatu tempat untuk menyelidiki  dan mempelajari sesuatu hal dengan dibimbing oleh ustadz.
Kelebihan dari metode ini adalah para santri dapat menambah wawasannya sehingga tidak tertinggal dengan siswa2 yang bersekolah. Dapat juga menambah pengalaman para santri. Serta membuat santri semakin semangat dalam belajar.
Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah banyak santri yang mungkin akan tidak fokus dengan tujuannya melakukan metode ini, malah mereka akan keasikan jalan-jalan. Juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
6.      Metode Riyadhah
Metode Riyadhah ialah salah satu metode pembelajaran di pesantren yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri dengan berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan Kyai.
Kelebihan dari metode ini adalah para santri dapat lebih mengenal dirinya sendiri dan dapat mengakui seala kesalahan yang telah diperbuat, sehingga ia dapat menjadi insane yag mulia. Dengan hati yang suci dan bersih maka para santri dapat menerima pelajaran dengan mudah sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
III.           ANALISIS
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal.
Sedangkan pengertian pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang melembaga di Indonesia, di mana kyai dan santri hidup bersama dalam suatu asrama yang memiliki bilik-bilik kamar sebagai ciri-ciri esensialnya dengan berdasarkan nilai-nilai agama Islam.
Madrasah diniyah dan pesantren hampir sama dengan sekolah-sekolah umum lainnya, hanya saja di dalam madrasah diniyah dan pesantren lebih banyak mengajarkan tentang materi-materi agama dibandingkan dengan sekolah umum biasa yang lebih mengajarkan ilmu umum dan sosialnya. Maka dari itu, dalam sistem pengajaran di sekolah atau madrasah diniyah ataupun pesantren sangat dibutuhkan metode-metode pembelajaran, agar dapat menyeimbangkan antara ilmu umum, ilmu sosial, maupun ilmu agamanya, sehingga tidak berat sebelah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode pembelajaran madrasah diniyah dan pesantren di sini adalah sebuah cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik atau guru atau kyai agar proses belajar-mengajar pada siswa atau santri dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam madrasah diniyah dan pesantren.
 Sedangkan macam-macam metode yang diajarkan di madrasah diniyah dan pesantren hampir sama. Hanya terdapat perbedaan sedikit saja. Metode pembelajaran di madrasah diniyah diantaranya adalah metode sorogan, wetonan, musyawarah, ceramah, hafalan, dan demonstrasi. Sedangkan metode pembelajaran di pesantren diantaranya adalah wetonan, sorogan, musyawarah, pengajaran pasaran, riyadhah, dan rihlah ilmiah. Metode-metode tersebut harus dijalankan secara seimbang sesuai dengan materi. Tidak asal menggunakan metode, tapi harus disesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan, agar materi lebih mudah di tangkap dan di fahami oleh peserta didik atapun santri. Setelah mereka faham dengan materi yang diajarkan, mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain, sehingga materi yang mereka dapat tidak sia-sia.
IV.           SIMPULAN
Dalam pembahasan di atas dapat disimpukan bahwa metode pembelajaran madrasah diniyah dan pesantren di sini adalah sebuah cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik atau guru atau kyai agar proses belajar mengajar pada siswa atau santri dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam madrasah diniyah dan pesantren.
Metode pembelajaran yang diajarkan di madrasah diniyah maupun di pesantren hampir sama dan tidak jauh berbeda. Metode-metode tersebut  harus berjalan dengan seimbang agar pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik dan siswa atau santri dapat menerima materi dengan baik pula serta mudah dalam memahami materi-materi yang diajarkan.
V.               PENUTUP
Demikian makalah ini yang dapat penulis buat. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah penulis selanjutnya. Terimakasih.




DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. 1998. Sejarah Perkembangan Madarsah. Jakarta : Direktorat
            Jendra Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta :
            Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Dhofier, Zamakhsari. 2001. Tradisi Pesantren. Jakarta : LKIS.
Daradjat, Zakiah. 2004. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi
            Aksara.








[1]Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998, hlm. 30
[2]Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta :Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 1

[6]Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LKIS, 2001), hal. 28-29
[7]Dr. Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 289.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar