Rabu, 17 Juni 2015

laporan anates



LAPORAN HASIL ANALISIS SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2014/2015
MATA PELAJARAN : BAHASA ARAB
KELAS : VIII A
SEKOLAH : MTS INFARUL GHOY


OLEH : QISTHI NUR HIDAYAH
NIM : 133311005
MPI 4A

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN WALISONGO SEMARANG
2015

ANALISIS SOAL UAS MATA PELAJARAN BAHASA ARAB
KELAS VIII A
DI MTS INFARUL GHOY

1.      Analisis Terhadap Indeks Reliabilitas 
Istilah reliabilitas sama saja dengan istilah konsistensi, ketetapan, keajekan, kestabilan dan keandalan. Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Berdasarkan cara-cara melakukan pengujian tigkat reliabilitas instrumen, secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Reliabilitas eksternal diperoleh jika ukuran atau kriteria tingkat reliabilitas berada di luar instrumen yang bersangkutan. Sebaliknya jika kriteria maupun perhitungan didasarkan pada data dari instrumen itu sendiri, akan menghasilkan reliabilitas internal.
Disini akan dibahas mengenai reliabilitas internal. Berdasarkan sistem pemberian skor instrumen, ada 2 metode analsis reliabilitas internal, yaitu [1]:
Instrumen Skor Diskrit
Instrumen skor diskrit, nominal atau pilah adalah instrumen yang skor jawaban / responsnya hanya dua, yaitu 1 (satu) atau 0 (nol). Dengn kata lain hanya dua jawaban yaitu benar dan salah. Jawaban benar diberi skor 1, sedangkan jawaban salah diberi skor 0. Dengan demikian kita dapat mencari tingkat reliabilitasnya dengan menggunakan metode belah dua yang dikemukakan oleh Spearman-Brown.
Dalam metode ini yang dibelah menjadi dua adalah jumlah butir instrumennya. Untuk memudahkan dalam membagi menjadi dua kelompok, jumlah butir instrumen harus genap. Dua belah butir instrumen ( baik berdasar nomor ganjil – genap maupun nmor awal – akhir), yang satu belah/kelompok diberi kode X sedangkan belahan/kelompok yang lain diberi kode Y, kemudian antara keduanya dikorelasikan satu dengan lain sehingga diperoleh harga rxy. Untuk  mencari korelasi antara kelompok X dengan Y dapat digunakan korelasi product moment. Karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas instrumen masih harus menggunakan rumus Spearman-Brown, yaitu[2] :
r11 = 2r1/21/2 / (1 + r1/21/2)
keterangan :
r1/21/2 = korelasi antara dua belahan instrumen
r11       = indeks reliabilitas instrumen
contoh instrumen dengan 6 butir soal diujicobakan pada siswa dengan hasil  sebagai berikut :
Persiapan Perhitungan Reliabilitas Instrumen

No

Nama
Nomor butir
X
1,2,3
Y
4,5,6

X2

Y2

XY
1
2
3
4
5
6
1
Abdullah
1
-
-
1
-
1
1
2
1
4
2
2
Afrida
1
-
-
1
-
1
1
2
1
4
2
3
Aisyah
1
-
-
1
-
1
1
2
1
4
2
4
A.Aam
1
-
-
-
-
-
1
0
1
0
0
5
A.Faiz
1
1
1
1
1
1
3
3
9
9
9
6
Bagas
1
-
-
-
-
1
1
0
1
0
0
Ka
Della
1
-
-
-
-
1
1
1
1
1
1
8
Devi
1
1
-
1
-
-
2
1
4
1
2
9
Dimas
-
1
1
1
-
-
1
1
1
1
1
10
Farid
1
-
-
-
-
-
1
0
1
0
0
Jumlah
13
12
21
24
19

Keterangan :
X= belahan awal, nomor butir 1,2,dan 3
Y= belahan akhir, nomor butir 4,5,dan 6
Dimasukkan ke dalam rumus product moment angka kasar :
Rxy =
     =
                  =
                  =    = 0,542
Oleh karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas dihitung dengan rumus Spearnan-Browman, yaitu :
            r11 = 2r1/21/2 / (1 + r1/21/2)
                 = 2 × 0,542 / (1 + 0,542)
                 = 1,084 / 1,542
                 = 0,702
Dari tabel harga kritik product moment diperoleh harga r untuk jumlah responden (N) = 10 dengan taraf signifikan 5% diperoleh harga rtabel = 0,632. Karena rhitung > rtabel (0,702 > 0,632) dapat diartikan bahwa ada korelasi yang signifikan, instrumen dianggap reliabel.                           
2.      Analisis Terhadap Indeks Daya Beda Butir
Daya beda butir soal adala kemampuan butir soal untuk membedakan antara murid yang memiliki kemampuan tinggi dengan murid yang memiliki kemampuan rendah. Indeks daya beda dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1.      <0,10               = ditolak
2.      0,10-0,29         = direvisi
3.      >0,30               = diterima

 
Sedangkan menurut Suharsim Arikunto, daya beda dikategorikan sebagi berikut :
a.       0,00 – 0,20 = jelek
b.      0,21 – 0,40 = cukup
c.       0,41 – 0,70 = baik
d.      0,71 – 1,00 = baik sekali
Untuk butir soal yang ideal, day bedanya berkisar antara 0,20 – 1,00. Sehingga apabila ditemukan daya beda butir yang negatif, sebaiknya guru mengganti butir tersebut apabila hendak dimunculkan dalam tes berikutnya. Karena daya beda negatif memberikan pengertian bahwa kelompok lower lebih baik daripada kelompok upper sebesar akar yang diperlukan.[3]
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah menggunakan rumus berikut ini :
Atau
Keterangan :
DP= Daya pembeda soal
BA= jumlah jawaban benar pada keompok atas
BB= jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
N= jumlah siswa yang mengerjakan tes


Contoh tabel daya beda, sebagai berikut :
No Butir

Kel. Atas

Kel. Bawah

Beda

Dp (%)

Keterangan
1
5
5
0
0,00
Jelek
2
6
3
3
42,86
Baik
3
6
0
6
85,71
Baik sekali
4
6
5
1
14,29
Jelek
5
6
1
2
28,57
Cukup
6
3
1
4
57,14
Baik

                Pembahasan :
                              =
                              =  
3.      Analisis Terhadap Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran soal atau proporsi jawaban benar adalah jumlah peserta tes yang menjawab dengan benar pada butir soal yang dianalisis dibandingkan dengan jumlah peserta tes seluruhnya (Surapranata, 2004: 12). Butir soal yang banyak dikerjakan dengan benar oleh peserta didik termasuk tipe soal mudah. Sebaliknya soal sulit adalah soal yang dikerjakan dengan benar oleh lebih sedikit peserta didik.
Sedangkan menurut Arikunto (2009: 207) bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Indeks kesukaran butir adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya soal. Semakin tinggi indeks kesukaran butir maka soal semakin mudah. Soal yang baik adalah soal tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Analisis tingkat kesukaran soal adalah mengkaji soal-soal dari tingkat kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-spal mana yang termasuk soal rendah, sedang, dan sukar. 
Menurut Witherington dalam Sudijono (2008: 371) dan Arikunto (2009: 207) angka indeks kesukaran butir itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Semakin besar angka indeks kesukaran maka soal semakin mudah. Jika seluruh peserta ujian menjawab dengan salah butir tersebut maka soal tersebut sangat sukar dengan angka kesukaran 0,00 dan jika angka kesukaran 1,00 maka soal sangat mudah karena dijawab dengan benar oleh seluruh peserta tes.[4]

Indeks kesukaran butir dapat di hitung dengan formula :
Keterangan :
P= indeks kesukaran butir
B= jumlah responden yang menjawab benar
JS= jumlah responden seluruhnya 
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan \tingkat kesukaran soal tersebut. Klasifikasi tingkat kesukran soal dapat di contohkan sebagai berikut :
-          Soal dengan indeks 0,00 ≤ p < 0,30 = soal sukar
-          Soal dengan indeks 0,30 ≤ p < 0,70 = soal sedang
-          Soal dengan indeks 0,70 ≤ p < 1,00 = soal mudah
                        Contoh tabel indeks tingkat kesukaran soal
No butir
Jumlah betul
Tingkat kesukaran(%)
Tafsiran
1
22
81,48
Mudah
2
16
59,26
Sedang
3
12
44,44
Sedang
4
19
70,37
Sangat mudah
5
6
22,22
Sukar
6
14
51,85
Sedang

            Pembahasan :
4.      Analisis Indeks Korelasi Skor Butir dengan Skor Total Butir
Suatu butir instrumen dikatakan valid apabila memiliki sumbangan yang besar terhadap skor total. Dengan kata lain dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika skor pada butir mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas butir digunakan rumus korelasi product moment.
Sebagai contoh instrument untuk mengetahui sikap siswa terhadap mata pelajaran bahasa arab dengan skala 1. Instrumen memiliki 6 butir pertanyaan maupun pernyataan. Instrumen tersebut diberikan kepada 10 siswa. Berdasarkan respon siswa diperoleh data sebagai berikut :

Analisis Butir Untuk Perhitungan Validitas Butir

No

Nama
Nomor Butir

Skor Total
1
2
3
4
5
6
1
Abdullah
1
0
0
1
0
1
3
2
Afrida
1
0
0
1
0
1
3
3
Aisyah
1
0
0
1
0
1
3
4
A.Aam
1
0
0
0
0
0
1
5
A.Faiz
1
1
1
1
1
1
6
6
Bagas
1
0
0
0
0
1
2
7
Della
1
0
0
0
0
1
2
8
Devi
1
1
0
1
0
0
3
9
Dimas
0
1
1
1
0
0
3
10
Farid
1
0
0
0
0
0
1
Jumlah
9
3
2
6
1
6
27

Misalnya akan dihitung validitas butir nomor 1, maka skor butir nomor tersebut disebut variabel X dan skor total disebut vriabel. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment baik dengan rumus deviasi maupun rumus angka kasar. Berikut ini contoh menghitung validitas butir nomor 1 dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan rumus angka kasar.
Persiapan Untuk Menghitung Validitas Butir No 1
No
Nama
X
Y
X2
Y2
XY
1
Abdullah
1
3
1
9
3
2
Afrida
1
3
1
9
3
3
Aisyah
1
3
1
9
3
4
A.Aam
1
1
1
1
1
5
A.Faiz
1
6
1
36
6
6
Bagas
1
2
1
4
2
7
Della
1
2
1
4
2
8
Devi
1
3
1
9
3
9
Dimas
0
3
0
9
0
10
Farid
1
1
1
1
1
Jumlah
9
27
9
91
24

Dimasukkan ke dalam rumus :                               
Rxy =
Kemudian angka-angka tersebut dimasukkan kedalam rumus tersebut, sebagai berikut:
Rxy =
Rxy =
Rxy =
Rxy =  = -0,074

Dari perolehan data di atas dapat disimpulkan bahwa,korelasi antara skor butir 1 dengan skor total lebih kecil dari harga kritik untuk validias butir instrumen 0,632 (-0,074 < 0,632), maka dapat dikatakan bahwa nomor butir 1 di atas adalah tidak valid.
5.      Analisis Efektifitas Pengecoh
Setiap tes pilihan ganda memiliki satu pertanyaan serta beberapa pilihan jawaban. Diantara pilihan jawaban yang ada, hanya satu yang benar. Selain jawaban yang benar tersebut, adalah jawaban yang salah. Jawaban yang salah itulah yang dinamakan distractor (pengecoh). Dengan demikian efektifitas distraktor adalah seberapa baik pilihan yang salah tersebut dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak mengetahui kunci jawaban yang tersedia. Semakin banyak siswa yang memilih distraktor tersebut, maka distraktor itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Cara menganalisis fungsi distraktor dapat dilakukan dengan menganalisis pola penyebaran jawaban butir. Pola penyebaran jawaban sebagaimana yang dikatakan sudijono (2005:411) adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana peserta tes dapat menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang dipasangkan pada stiap butir. Menurut Depdikbud (1993: 27) sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika dipilih oleh paling sedikit 5% untuk 4 pilihan jawaban dan 3% untuk 5 pilihan jawaban. Sedangkan menurut Fernandes (1984: 29) distraktor dikatakan baik jika dipilih oleh minimal 2% dari seluruh peserta. Distraktor yang tidak memenuhi kriteria tersebut sebaiknya diganti dengan distraktor lain yang mungkin lebih menarik minat peserta tes untuk memilihnya.
6.      Kesimpulan
Dari data hasil analisis di atas, dapat disimpulkan ternyata data yang dihitung dan dianalisis secara manual hasilnya sama dengan data yang di uji dengan program anates. Dan hasil-hasil tersebut sesuai dengan teori-teori yang sudah ada. Hal itu berarti program anates dapat digunakan dengan sebaik mungkin untuk lebih memudahkan para guru maupun calon guru dalam memberikan penilaian terhadap peserta didiknya.
Namun apabila ingin mendapatkan data yang lebih akurat bisa mengacu pada teori yang sudah ada dan kalau perlu dihitung secara manual. Dengan demikian, penggunaan program anates sangatlah dianjurkan dalam dunia pendidikan. 
 















[1] Eko PutronWidyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009),hlm.143.
[2] Eko PutronWidyoko, Evaluasi Program Pembelajaran,.....hlm.147-148.
[3] http://hilmanburhanudin.blogspot.com/2011/04/rumus-daya-pembeda-dan-tingkat.html

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar